Pages

Minggu, 05 Juni 2011

Why did Lady Jane Grey become queen for only nine days?


A. Religion

*Little support from the people to Jane Grey as queen because of her religious faith

There was little support for Jane Grey as Queen among the vast majority of the English people. Hardly anyone had ever heard of Jane Grey, particularly outside of London. Many English citizens resented the Protestant nobles who had virtually ruled England during King Edward’s reign, and wanted no part of a puppet Queen controlled by the Dudley faction.


*People more comfortable if their leaders one faith with them
Despite her Catholicism, Mary was the acknowledged heir to the throne in the minds of the people. Within a few days, supporters of Mary Tudor rallied to Mary’s side, and a fighting force was created to help her regain her throne.


B. Decision of The Ministers
The Privy Council switched their allegiance from Jane to Mary, and proclaimed her queen in London on 19 July. Northumberland set out from London with troops on 14 July; in his absence the Privy Council switched their allegiance from Jane to Mary, and proclaimed her queen in London on 19 July. The Privy Council prefer when Mary Tudor became Queen of England because it is directly appointed by King Henry VIII.

C. Rebellion
*Jane is accused for rebellion

Lady Jane was tried and found guilty of her role in the insurrection, in which Guildford's father John Dudley was leading the plot to take Mary Tudor's throne



However, when a second plot to dethrone Mary Tudor was discovered. The goal of this new rebellion, lead by Sir Thomas Wyatt, was to prevent the marriage of Mary Tudor to Philip of Spain. Unfortunately, Lady Jane Grey's father was an active participant in the new scheme. Apparently he had learned nothing from his earlier experience. His feelings toward his daughter are apparent here, as he was willing to sacrifice Jane's life to achieve his own goals. Although Jane had no part in the Wyatt Rebellion, Queen Mary’s advisors felt that Mary’s throne would not be secure until Lady Jane Grey was removed. Jane had already been a figurehead in one plot, and would always be a tempting focus for future revolts against Mary Tudor. Then, Lady Jane, her husband Guilford Dudley, and her father Henry Grey were executed.

*Mary also do a rebellion
But, rebellion also made from Mary Tudor and her allies. Because in King Henry’s will, King Henry VIII had named his oldest daughter, Mary, as heir to the throne after Edward and Mary feel more worthy to receive the throne as queen




D.Betrayal by John Dudley the Duke of Northumberland
*John Dudley’s plan
To further consolidate his power, John Dudley decided that Lady Jane Grey should marry his youngest son, Guildford Dudley. That way, when Lady Jane became Queen, she could share her crown with Guildford, who was dominated by his father. Then, Jane realized the extent of Northumberland's plan. Northumberland had not wanted her as Queen. He had wanted her as his son's wife. Guildford as King of England, would give Northumberland supreme power
Selengkapnya...

Lady Jane Queen of England 1553


Lady Jane Grey was born in Leicestershire in 1537. Her father was Henry Grey, marquess of Dorset, later duke of Suffolk. Her mother, Lady Frances Brandon, was the daughter of Princess Mary of England, sister of Henry VIII, and her second husband, Charles Brandon.

Well-educated as was fit for a young lady who was however distantly in line for succession for the throne, Lady Jane Grey became the ward of Thomas Seymour, fourth husband of Henry VIII's widow, Catherine Parr. After his execution for treason in 1549, Lady Jane Grey returned to her parents' home.

John Dudley, Duke of Northumberland, in 1549 became head of the council advising and ruling for the young King Edward VI, son of King Henry VIII and his third wife, Jane Seymour. Under his leadership, England's economy improved, and the replacement of Roman Catholicism with Protestantism progressed.Northumberland realized that Edward's health was fragile and probably failing, and that the named successor, Mary, would side with the Roman Catholics and probably would suppress Protestants. He arranged with Suffolk for Suffolk's daughter, Lady Jane, to marry Guildford Dudley, son of Northumberland. They were married in May, 1553. Northumberland then convinced Edward to make Jane and any male heirs she might have the successors to Edward's crown. Northumberland gained the agreement of his fellow council members to this change in the succession.
Lady Jane Grey offered crown



This act bypassed Henry's daughters, the princesses Mary and Elizabeth, whom Henry had named his heirs if Edward died without children. The act also ignored the fact that the duchess of Suffolk, Jane's mother, would normally have precedence over Jane, since Lady Frances was the daughter of Henry's sister Mary and Jane the granddaughter.
Execution of Lady Jane Grey



After Edward died on July 6, 1553, Northumberland had Lady Jane Grey declared Queen, to Jane's surprise and dismay. But support for Lady Jane Grey as Queen quickly disappeared as Mary gathered her forces to claim the throne. On July 19, Mary was declared Queen of England, and Jane and her father were imprisoned. Northumberland was executed; Suffolk was pardoned; Jane, Dudley and others were sentenced to be executed for high treason. Mary hesitated, however, until Suffolk participated in Thomas Wyatt's rebellion, when Mary realized that Lady Jane Grey, alive, would be too tempting a focus for further rebellions. Lady Jane Grey and her young husband Guildford Dudley were executed on February 12, 1554
Selengkapnya...

Lady Jane Film (1986)


Sutradara: Trevor Nunn
Pemain: Helena Bonham Carter, Cary Elwes, Jane Lapotaire, Patrick Stewart, Sara Kestelman, Michael Hordern, John Wood, Jill Bennett, Adele Anderson, Warren Saire

Tahun Rilis: 1986

Tidak gampang mengartikan kata "pengkhianat" dalam konteks kesilsilahan tahta monarki Inggris. Di rezim tertentu, siapapun bisa jadi pengkhianat, siapapun bisa dituduh pengkhianat, dan karena itu, siapa saja bisa berakhir dengan hukuman pemenggalan kepala. Lady Jane Grey, atau yang lebih dikenal dengan julukan "The Nine Days' Queen," salah satu contoh nyatanya. Lady Jane harus berakhir dengan hukuman penggal karena dianggap berkhianat atas tahta yang (diyakini) seharusnya milik Mary I, sepupunya sendiri. Pertumpahan darah antar saudara semacam ini bukan barang baru lagi di sejarah monarki Inggris, ingat konflik antara Elizabeth I dan Mary, Queen of Scott?
Tidak ada yang salah dengan Lady Jane Grey, sebenarnya. Dan jelas pemenggalan tersebut bukan kesalahan Mary I juga. Bahkan tidak gampang juga menunjuk langsung orang per orang. Yang benar-benar bisa disalahkan mungkin hanyalah politik dan situasi yang terjadi saat itu. Kalau Anda rakyat jelata yang hidup di masa, hari-hari Anda akan dihabiskan dengan sumpah-menyumpah pada bangsawan yang merebut tanah. Kalau Anda bangsawan di masa itu, hari-hari Anda akan dihabiskan dengan memikirkan cara terbaik untuk menaikkan status. Dan kalau Anda anak bangsawan yang lahir di masa itu, siap-siap saja jadi korban perjodohan demi status, tahta, atau malah harta. Dan kalau Anda Raja (atau Ratu) Inggris, Anda justru akan disibukan dengan perihal mendapatkan keturunan penerus tahta. Ingat cerita Anne Boleyn dan Henry VIII (orang tua Elizabeth I)?


Lady Jane ber-setting di Inggris menjelang masa-masa akhir kejayaan House of Tudor (yang diakhiri dengan berakhirnya rezim Elizabeth I). Film ini dibuka di rezim Edward VI (diperankan oleh Warren Saire) - di usianya yang ke-15, hari-hari terakhirnya - raja Protestan pertama di Inggris. Saat itu pemerintahan dipegang oleh parlemen dan John Dudley, Duke of Northumberland (John Wood), karena Edward VI belum mencapai usia yang dianggap layak untuk memegang kekuasaan (dia baru mendapatkan tahta penuh di usia 18 tahun). Itu juga merupakan masa-masa berkembangnya ajaran baru, Protestan, di Inggris.

Lady Jane (Helena Bonham Carter di awal-awal karirnya) merupakan sepupu (dari kakek) dari Edward VI. Beliau berada di urutan kelima sebagai pewaris tahta pasca meninggalnya Henry VIII. Lady Jane dibesarkan dengan cara Protestan, juga dengan pendidikan-pendidikan - dia bahkan membaca buku-buku tentang filsafat Plato yang ditulis dalam bahasa Yunani. Lady Jane merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dan dikenal sebagai yang paling cantik dan paling pintar dari ketiganya. Dan tidak perlu heran kalau kedua orang tua Lady Jane, Duke dan Duchess (Patrick Stewart dan Sara Kestelman), mencari celah-celah tertentu untuk meningkatkan status dan posisi keluarga mereka melalu putrinya. Salah satu kemungkinan ialah menjodohkan Lady Jane dengan Edward VI (mereka "sepupu jauh"). Keduanya sama-sama berusia 15 tahun, sama-sama dibesarkan dengan ajaran Protestan, sama-sama muda, dan cukup dekat. Namun kemungkinan perjodohan tersebut usang ketika kondisi Edward VI semakin parah (sekarat). Hal ini juga berarti bahwa tahta selanjutnya tentu akan diserahkan pada Mary I.

Berbeda dengan Edward VI, Mary I adalah merupakan pengikut Katolik taat. Terbukti para masa kekuasaannya, Mary I mengkaji ulang penerapan Protestan di rezim Edward VI dan menegaskan kembali penerapan ajaran Katolik Roma. Hal ini sangat tidak disetujui oleh Duke of Northumberland. Demi mencegah hal tersebut, John Dudley membujuk-rayu Edward VI, yang sedang sekarat, untuk membuat pernyataan yang berisi penyerahan tahta langsung pada Lady Jane. Lady Jane bahkan dinikahkan dengan putra keduanya, Lord Guilford Dudley (Cary Elwes).

Ya, pasca meninggalnya Edward VI, Lady Jane sempat merasakan tahta Inggris, walaupun hanya sembilan hari. Sampai Mary I datang merebut tahtanya, dan sayangnya para bagnsawan dan anggota perlemen lebih mendukung Mary I ketimbang Lady Jane (termasuk yang semulanya meminta Lady Jane mengambil posisi ratu). Dalam waktu sesingkat itu juga Lady Jane langsung dinyatakan sebagai pengkhianat, dan tentu, diberi hukuman. Mulanya Mary I, yang sebelum konflik ini sebenarnya memiliki hubungan baik, memberi ampunan Lady Jane dari hukuman penggal. Sayangnya nasib berkata lain ketika ayah Lady Jane melakukan pemberontakan sambil meneriakkan "Long live Queen Jane!" (lebih karena beliau tidak menyetujui dengan perombakan Protestan - Roman Katolik yang akan dilakukan Mary I, dan campur tangan Spanyol). Terlebih ketika Mary I hendak menikahi Pangeran Philip dari Spanyol, sesama sosok Katolik taat, calon mempelianya itu meminta Mary I mengambil tindakan tegas atas Lady Jane (yang notabene seorang Protestan). Bahkan sampai saat ini, sosok Lady Jane masih kerap dianggap sebagai martir.


Film ini mengkronologiskan kehidupan romansa Lady Jane dengan suaminya, masa-masa sembilan hari pemerintahannya, hingga hari-hari terakhirnya. Sebagian besar film ini menggambarkan secara tepat kehidupan Lady Jane, walaupun ada beberapa detil yang melenceng dari sejarah, seperti hubungan romantis Lady Jane dengan suaminya (yang saya rasa ditampilkan demi kepentingan sinematik) - padahal nyatanya hubungan mereka sama sekali tidak harmonis.

Untuk ukuran costume drama, atau period drama, Lady Jane masih jauh dari kata bagus. Film ini tidak mampu berkata lebih banyak ketimbang melodrama romasanya. Bagi mereka yang mengharapkan gambaran politik, sosial, atau hal-hal yang lebih mendalam seputar era kebangsawanan, siap-siap saja dikecewakan. Sudah jelas tujuan film ini adalah "memartirkan" sosok Lady Jane. Hanya saja, ketimbang memaparkan poin-poin yang lebih tajam, film ini malah terlena pada melodrama dangkalnya. Satu-satunya cara menikmati Lady Jane ialah melalui sudut pandang Lady Jane itu sendiri. Anggap saja film ini murni sebuah melodrama tentang Lady Jane, tanpa embel-embel politik, sosial, budaya, dan tetek-bengek lainnya. Helena Bonham Carter, yang masih muda dan imut banget, berhasil menghipnotis saya dengan penampilan yang sangat meyakinkan sebagai Lady Jane.
Trailer filmnya
Selengkapnya...

Sabtu, 04 Juni 2011

Bravehearth (Film)


Film Braveheart mengisahkan perlawanan bangsa Skotlandia atas penjajahan Inggris pada akhir abad ke 13. Perlawanan penduduk Skotlandia di pimpin oleh William Wallace (Mel Gibson), seorang pemuda biasa yang melihat banyak kejadian mengerikan semasa hidupnya. Di saat kecil harus kehilangan ayah juga saudaranya karena terbunuh oleh tentara Inggris dalam sebuah perang.Setelah dewasa lagi-lagi William Wallace harus kehilangan orang yang dicintai, yakni istrinya, yang terbunuh oleh bangsawan Inggris setelah yang ingin menidurinya pada malam pertama karena amandemen "Prima Nocta" dari raja Inggris. yang diawali oleh masalah Prima Nocta.

Dari peristiwa inilah kemudian ia memutuskan untuk melawan penjajahan Inggris, dan memimpin pemberontakan terhadap Inggris, yang saat itu di pimpin oleh Longshanks - King Edward I(Patrick McGoohan)

Disinlah semua petualangan dan perang terjadi antara pasukan pemberontak Skotlandia yang sudah bosan dan jenuh dijajah, melawan kerajaan Inggris Raya. Film yang sangat seru dan penuh aksi heroik juga keberanian.
Trailer film

Selengkapnya...

Elizabeth (Film Inggris),


Elizabeth merupakan sebuah film kolosal yang dirilis tahun 1998. Film ini berbasis dari masa kekuasaan Ratu Elizabeth I. Film ini disutradarai oleh Shekhar Kapur, dan dibintangi oleh, antara lain Cate Blanchett, Geoffrey Rush, Joseph Fiennes, Christopher Eccleston, dan Richard Attenborough.Legenda Manchester United, Eric Cantona juga ikut bermain dalam film ini, bersama calon James Bond masa depan saat itu, Daniel Craig.

Sekuel dari film ini yang berjudul Elizabeth: The Golden Age dirilis pada tahun 2007
Pemain

Cate Blanchett sebagai Elizabeth I
Geoffrey Rush sebagai Francis Walsingham
Christopher Eccleston sebagai Thomas Howard, 4th Duke of Norfolk
Joseph Fiennes sebagai Robert Dudley, 1st Earl of Leicester
Kathy Burke sebagai Mary I of England
Jordi Mollà sebagai Philip II of Spain
Emily Mortimer sebagai Kat Ashley
Edward Hardwicke sebagai Henry FitzAlan, 19th Earl of Arundel
Daniel Craig sebagai John Ballard
James Frain sebagai Alvaro de la Quadra
Kelly Macdonald as Lettice Knollys
Angus Deayton sebagai Waad, Chancellor of the Exchequer
Wayne Sleep sebagai the dance tutor
Richard Attenborough sebagai William Cecil, 1st Baron Burghley
John Gielgud sebagai Paus
Fanny Ardant sebagai Mary dari Guise
Vincent Cassel sebagai the Henri, Duc d'Anjou
Eric Cantona sebagai Monsieur de Foix
Selengkapnya...

Jane Austen (Sastrawan)


Jane Austen (lahir 16 Desember 1775 – meninggal 18 Juli 1817 pada umur 41 tahun) adalah seorang novelis Inggris, yang gaya realismenya, uraiannya yang tajam tentang kondisi sosial, dan kepiawaiannya meramu gaya narasi bersudut pandang orang ketiga, parodi, dan ironi, telah menjadikannya salah satu penulis dalam kesusasteraan Inggris yang paling disukai dan karyanya dibaca di mana-mana.

Austen berasal dari keluarga kecil yang hidup harmonis dan bertempat tinggal di pinggiran kota di lingkungan bangsawan. Ia dididik oleh ayah dan kakak laki-lakinya, serta belajar sendiri dari buku-buku yang dibacanya. Dukungan penuh dari keluarga sangat membantu perkembangan Austen sebagai seorang penulis profesional. Proses belajar menulisnya berlangsung sejak masa remaja hingga usianya mencapai 35 tahun. Selama periode ini, ia bereksperimen dengan berbagai bentuk karya sastra, termasuk novel berbentuk surat yang sempat ditulisnya dan akhirnya diabaikan, tetapi kemudian direvisi secara menyeluruh menjadi tiga novel besarnya. Lalu ia memulai novel yang keempat.Dari tahun 1811 hingga tahun 1816, dengan terbitnya Sense and Sensibility (1811), Pride and Prejudice (1813), Mansfield Park (1814), dan Emma (1816), ia sukses sebagai seorang penulis. Ia menulis dua novel lainnya, Northanger Abbey dan Persuasion. Keduanya diterbitkan pada tahun 1818 setelah kematiannya. Novel ketiga yang berjudul Sanditon tidak sempat diselesaikannya karena ia meninggal dunia.

Karya-karya Austen mengkritik aliran the novel of sensibility yang berkembang pesat pada pertengahan kedua abad 18 dan juga aliran realisme abad 19. Plot cerita Austen, meski lebih bersifat parodi, menyoroti betapa pentingnya pernikahan bagi kaum perempuan masa itu demi menjamin status sosial dan ekonominya. Seperti halnya plot cerita dalam karya Samuel Johnson, salah satu pengaruh kuat terhadap tulisan Austen, novel-novel Austen mempersoalkan isu moral.

Semasa hidupnya, karena Austen memilih untuk menerbitkan secara anonim, novel-novelnya tidak membuatnya dikenal luas dan tidak banyak diulas. Sepanjang pertengahan abad 19, novel-novel Austen dikagumi hanya oleh kaum pujangga golongan kelas atas. Namun, penerbitan Memoar of Jane Austen karya keponakan laki-laki Austen pada tahun 1869 membuat Austen dikenal oleh khalayak umum sebagai sosok pribadi yang menarik, sekaligus memopulerkan novel-novelnya. Pada tahun 1940-an, Austen mulai diakui di lingkungan akamedis sebagai "penulis besar Inggris". Pada pertengahan abad 20, semakin banyak orang yang tertarik untuk mempelajari karya Austen. Mereka mengupas segala aspek, mulai dari artistik, ideologi, hingga sejarah. Di era budaya pop muncul sebuah kelompok Janeite, yang lebih berfokus pada kehidupan Austen, novel-novelnya dan berbagai adaptasi novelnya dalam film dan televisi.


Selengkapnya...

Mary Shelley (Sastrawan)


Mary Shelley (lahir 30 Agustus 1797 – meninggal 1 Februari 1851 pada umur 53 tahun) adalah seorang novelis Inggris, dikenal dengan novelnya Frankenstein. Ia menikah dengan penyair Romantisme Percy Bysshe Shelley

Bibliografi
Novel

Frankenstein (1818)
Valperga (1823)
The Last Man (1826)
Perkin Warbeck (1830)
Lodore (1835)
Falkner (1837)

Cerita pendek

Mathilda
The Bride of Modern Italy
The Dream
Ferdinando Eboli
The Invisible Girl
The Mortal Immortal:A Tale
Roger Dodsworth:The Reanimated Englishman
The Sisters of Albano
The Transformation
Valerius:The Reanimated Roman

Non-fiksi

*History of a Six Weeks' Tour Through a Part of France, Switzerland, Germany and Holland (1817)
*Rambles in Germany and Italy (1844)
Selengkapnya...